Surak Ibra
|
||
Boboyongan dengan nama lain Surak
Ibra, diciptakan oleh Rd. Djadjadiwangsa putera Rd. Wangsa Muhammad (Pangeran
Papak) pada tahun 1910 di Kampung Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan
Wanaraja. Kesenian ini menggambarkan keinginan masyarakat untuk mempunyai
pemerintah dan pemimpin sendiri, dengan semangat kebersamaan untuk memupuk
rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah dan masyarakat. |
||
Kesenian ini didukung oleh 40
sampai 100 orang pemain, dengan alat kesenian yang digunakan seperti kendang
penca, angklung, dog-dog, kentongan dan lain-lain. Kesenian ini juga berupa
sindiran/protes terhadap pemerintahan Belanda yang bertindak sewenang-wenang
terhadap masyarakat pribumi.
|
||
Lais
|
||
Kesenian ini merupakan sebuah
kesenian pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang
dibentangkan dan dikaitkan diantara dua buah bamboo dengan ketinggian 12
sampai 13 meter.
Kesenian Lais di ambil dari nama seseorang yang sangat terampil memanjat pohon kelapa yang bernama ”Laisan” yang sehari-hari di panggil Pak Lais. |
||
Lais ini sudah dikenal sejak zaman
penjajahan Belanda, tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kec. Sukawening.
Atraksi yang di tontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke
tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk
pengaman dengan diiringi musik reog, kendang penca, dog-dog dan terompet.
|
||
Pencak Silat
|
||
Pencak Silat adalah olah raga seni
beladiri, yang merupakan ciri khas kebudayaan etnis sunda. Dilihat dari unsur
seni, pencak silat merupakan seni budaya yang sangat menarik untuk ditonton
(SiIlat Ibing), permainan seni pencak silat ini biasanya diperagakan dengan
diiringi musik gendang, terompet, dan lain sebagainya.
|
||
Hadro
|
||
Merupakan salah satu seni
tradisional asal Garut yang tumbuh dan berkembang di Desa Bojong Kecamatan
Bungbulang.
Lahirnya seni Hadro ini tidak terlepas dari syiar agama Islam, untuk pertama kalinya di perkenalkan oleh Kyai Haji Suradan dan Kyai Haji Ahmad Sayuti yang berasal dari Kampung Tanjung Singuru Kecamatan Samarang pada tahun 1917. |
||
Kesenian Hadro merupakan gabungan
dari lagu-lagu keagamaan (lagu shalawat) yang diikuti dengan gerakan jurus
silat. Kesenian ini merupakan syiar islam dan belajar bela diri untuk melawan
penjajah. Pakaian yang di gunakan adalah pangsi, iket (tutup kepala ) dan
selendang merah, peralatannya bedug, terompet kompeng dan dog-dog.
|
||
Dodombaan
|
||
Awalnya terinspirasi oleh hewan
domba yang merupakan kebanggaan dan ciri khas masyarakat Garut. Berangkat
dari sanalah masyarakat Desa Panembong Kecamatan Bayongbong mengangkatnya ke
dalam tarian yang dinamakan seni tari dodombaan yang merupakan seni laga
domba. Antraksi ini biasanya diiringi pula oleh musik dan seni tari
tradisional, sehingga secara keseluruhan menampilkan atraksi hiburan yang
berbeda dan menarik.
|
||
Bangklung
|
||
Seni tari Bangklung merupakan
perpaduan dari kesenian tradisional masyarakat Garut yang diantaranya adalah
seni musik tarebang(rebana) dan kesenian Angklung Madud. Perpaduan kesenian
ini menghasilkan kesenian baru yang sangat indah dan serasi kemudian diberi
nama Bangklung pada tanggal 12 Desember 1968. Namun demikian, kesenian
Tarebang dan Angklung Madud dapat dimainkan secara terpisah.
|
||
Jumlah pemain seluruhnya 27 orang,
masing-masing membawa alat musik tarebang (rebana), angklung, beluk (vokal),
terompet, keprak dan seorang badut. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu
sunda dan shalawat.
|
||
Pencak Ular
|
||
Merupakan kesenian tradisional
dari Kec. Samarang. Pencak silat ini tidak jauh berbeda dengan pencak silat
yang ada, hanya selain mendemontrasikan jurus-jurus silat, pesilat itu
membawa ular berbisa dalam atraksi. Kelebihan lain pesilat bisa menjinakan
ular-ular itu bahkan kebal terhadap gigitannya.
|
||
Debus
|
||
Merupakian kesenian tradisional
yang berasal dari Pameungpeuk . Kesenian ini di ciptakan oleh seorang
penyebar agama islam yang dikenal dengan nama Ajengan (Ustad). Tujuannya
untuk menarik masa dalam kepentingan menyebarkan agama, menggunakan tetabuhan
dari batang pohon pinang dan kulit kambing. Selain melatih seni tetabuhan,
pemain debus juga di ajarkan ilmu kemahiran jasmani dan rohani serta ilmu
kekebalan, baik kebal terhadap benda-benda tajam maupun kebal terhadap
pukulan.
|
||
Gesrek
|
||
Gesrek terdapat di kampung
Kamojang Desa Pakenjeng Kecamatan Pamulihan. Kesenian tradisional ini disebut
juga Seni Bubuang Diri (Mempertaruhkan Nyawa).
Atraksi yang dipertontonkan oleh pemain gesrek yaitu memainkan golok-golok yang tajam sambil mendemonstrasikan jurus silat, lalu golok itu di tusukkan ke perut, tangan dan lidahnya diiris-iris tanpa ada luka sedikitpun (tidak mempan). |
||
Selain itu pemain dipukul oleh
sebatang bambu dan bergulung-gulung atau berjalan di atas bara api. Pemain
Gesrek terdiri dari 10 orang pemegang golok dan didukung oleh 4-7 orang yang
bertugas menyediakan peralatan dan menjaga apabila ada orang yang mengganggu.
|
||
Cigawiran
|
||
Seni tradisional Cigawiran
termasuk kelompok cabang seni Karawitan Sekar, bukan seni petunjukan .Seni
tradisional ini hampir sama dengan Beluk, Cianjuran Sumedang dan Kawih
(Karawitan Sekar).
Tembang Cigawiran lahir di Desa Cigawiran, Kecamatan Selaawi. |
||
Badeng
|
||
Badeng suatu jenis kesenian
tradisional dari Desa Sanding Kec. Malangbong. Kesenian ini di ciptakan pada
tahun 1800 oleh penyebar Agama Islam bernama Arfaen atau lebih dikenal dengan
nama Lurah Acok.
|
||
Badeng suatu jenis kesenian
sebagai media untuk menyebarkan Agama Islam dengan cara membawakan lagu-lagu
sunda buhun dan sholawatan. Badeng itu sendiri artinya bermusyawarah atau
berunding, alatnya terdiri dari angklung kecil dan besar serta dog-dog
lonjor.
|
||
Lainnya
|
||
Kabupaten
Garut masih banyak lagi memiliki seni budaya tradisional peningggaln leluhur
di berbagai tempat. Beberapa diantarnya adalah : Pantun Beton dari
Pameungpeuk, Janjani, Gondang, Mapacat, Rampak Kohkol, Oyong, Nangkolong,
Manasikan, Karimbing.
|
Senin, 19 Mei 2014
Browse » Home »
»
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar